Jumat, 31 Mei 2013

SIFILIS DAN CMV PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sangat tinggi, bahkan paling tinggi di antara empat negara anggota ASEAN lainnya. Hal tersebut terjadi karena empat penyebab utamanya, yaitu tetanus (19,3%), gangguan perinatal (18,4%), diare (15,6%), dan infeksi saluran napas akut/ISPA (14,4%) masih belum dapat diatasi dengan baik. Kelahiran bayi dengan kelainan kongenital (KK) menduduki urutan ketujuh (4,2%) dari penyebab kematian bayi di Indonesia setelah campak (7,5%) dan kelainan saraf (5,6%). Dengan demikian, apabila penyebab kematian utama di atas dapat diatasi, bukan hal mustahil bila kelainan kongenital akan meningkat peringkatnya sebagai faktor penyebab tingginya angka kematian bayi.
Kehamilan adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigotdan akhirnya menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di dalamuterus sampai proses persalinan (Netti Herlina, 2006). Sedangkan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Pada ibu hamil sering ditemui adanya infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan tersebut seperti infeksi sifilis dan sitomegalovirus. Kedua infeksi ini mempunyai resiko terhadap kehamilan dan persalinan.
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh. Sedangkan Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin. Mengingat hal itu, kami membuat makalah dengan judul “ infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan, yaitu sifilis dan sitomegalovirus”.


B.     Tujuan Makalah
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV dan sebagai pengetahuan tambahan bagi para pembaca tentang infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan.

C.    Kegunaan Makalah
Makalah ini bisa dipergunakan sebagai referensi bagi para pembaca yang ingin menambah pengetahuannya tentang sifilis dan sitomegalovirus (CMV) pada kehamilan dan persalinan.
D.    Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah metode studi kepustakaan.












BAB II
KEPUSTAKAAN

A.    KEHAMILAN

Kehamilan adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigotdan akhirnya menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di dalamuterus sampai proses persalinan (Netti Herlina, 2006).
Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang terjadi dariovulasi, migrasi, spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi pada uterus, pembentukan plasenta serta tumbuh kembang hasilkonsepsi sampai aterm (Manuaba. I, 1998:95).
Kehamilan adalah proses pertambahan janin dimulai dari konsepsi sampailahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) (Syaifuddin A, 2002:89).
Kehamilan merupakan proses yang fisiologis dan alamiah. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normaladalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sarwono).
 Kehamilam terjadinya ketika seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki maka bisa jadi perempuan tersebut akan hamil. Kehamilan terjadi ketika sel sperma yang masuk ke dalam rahim seorang perempuan membuahi sel telur yang telah matang. seorang laki-laki rata-rata mengeluarkan air mani sebanyak 3 cc, dan setiap 1 cc air mani yang normal akan mengandung sekitar 100 juta hingga 120 juta buah sel sperma. Setelah air mani ini terpancar (ejakulasi) ke dalam pangkal saluran kelamin istri, jutaan sel sperma ini akan berlarian melintasi rongga rahim, saling berebut untuk mencapai sel telur matang yang ada pada saluran tuba di seberang rahim.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Jika perempuan tersebut berada dalam masa subur, atau dengan kata lain terdapat sel telur yang matang, maka terjadilah pembuahan.Pada proses pembuahan, hanya bagian kepala sperma yang menembus sel telur dan bersatu dengan inti sel telur. Bagian ekor yang merupakan alat gerak sperma akan melepaskan diri. Sel telur yang telah dibuahi akan mengalami pengerasan bagian luarnya. Ini menyebabkan sel telur hanya dapat dibuahi oleh satu sperma.
Inti sel telur yang sudah dibuahi akan mengalami pembelahan menjadi dua bagian setelah 30 jam. 20 jam kemudian inti sel telur ini akan kembali membelah menjadi empat bagian. Tiga sampai empat hari setelah pembuahan, sel akan sampai di bagian uterus.Dalam jangka waktu satu minggu setelah perubahan, akan dihasilkan suatu massa sel yang berbentuk ola sebesar pentol jarum, yang disebut (blastocyt). Dalam proses selanjutnya, yaitu sekitar 5 hari berikutnya, blastosis akan menempel dan terimplantasi kedalam endometrium.


B.     PERSALINAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Partus normal / partus biasa adalah bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam.
Persalinan ditentukan oleh 3 Faktor “P” Utama:
-       Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
-       Passage
Keadaan jalan lahir
-       Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
( faktor-faktor “P” lainnya : psychology, physician, position)
Dengan adanya keseimbangan / kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.

Pembagian Fase/Kala Persalinan:
-  Kala 1      : Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
- Kala 2     : Pengeluaran bayi (kala pengeluaran)
- Kala 3     : Pengeluaran plasenta (kala uri)
- Kala 4     : Masa 1 jam setelah partus, terutama untuk observasi


C.    INFEKSI YANG  MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN

·         SIFILIS
a.      Pengertian
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh treponema pallidum yang dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh.
Sifilis adalah Penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan eksaserbasi dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf serta dapat terjadi sifilis kongenital.
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum, merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh.
Sifilis atau penyakit "rasa singa" adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum, kuman ini termasuk golongan Spirochaeta, kuman ini hanya bisa diperiksa dengan mikroskop lapang pandang gelap, dimana pada gambaran miskroskop akan memberikan gambaran seperti spiral.

b.    Etiologi

Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup tujuh puluh dua jam.
Sebagaimana mikroorganisme negatif-Gram, dijumpai dua lapisan. Sitoplasma yang merupakan lapisan dalam, mengandung mesosome, vakuol ribosom, dan mungkin juga bahan-bahan nukleoid. Lapisan luar dilapisi oleh bahan mukoid dan tidak dijumpai pada Trepanoma yang tidak patogen.

c.       Klasifikasi

Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier).
-          Sifilis primer
waktu rata-rata inkubasi 3 minggu. Papula yang membentuk ulkus yang tidak nyeri (chancre primer) terbentuk didaerah inokulasi pada penis atau serviks atau labia. Limfadenopati inguinal terjadi, dan juga lesi sembuh secara spontan setelah beberapa minggu.
-          Sifilis sekunder
Terjadi rata-rata 6-8 minggu kemudian dengan ruam makulopapular generalisata (termasuk ditelapak tangan dan kaki), limfadenopati generalisata, dan kondiloma lata (plak yang lembab, lebar, dan sangat infeksius didaerah intertriginosa yang hangat). Gejala sistemik terdiri dari demam, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan.
-          Sifilis laten
Gejala dan tanda menghilang. Satu-satunya manisfetasi infeksi adalah pemeriksaan serologis yang positif. Infeksi SSP asimtomatik pada silifis laten ini umum terjadi.
Sifilis laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan serologik yang reaktif. Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada di dalam tubuh, dan dalam perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang tidak diobati akan tetap dalam fase ini selama hidupnya.
-          Sifilis tersier
Guma (lesi granulomatosa yang keras) muncul setelah 3-10 tahun diberbagai tempat, termasuk dikulit, dimana terjadi ulkus setelah ada kerusakan jaringan kartilago dan jaringan ikat dibawahnya. Efek dari sifilis tersier ini adalah terjadinya aortitis, terjadi setelah 10-30 tahun dan menyebabkan aneurisma aorta asendens. Neurosilifis menyebabkan penyakit dengan spektrum gejala yang luas termasuk: meningovaskuler (4-7 tahun), general paresis of the insane (10-20 tahun), tabes dorsalis (15-25 tahun).
Siilis tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi sejak beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten dimulai. Treponema pallidum menginvasi dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, mata, kulit, serta organ lain. Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi aneurisma aorta dan endokarditis. Gumma timbul akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen T. Pallidum, lesi tersebut bersifat destruktif dan biasanya muncul dikulit, tulang, atau organ dalam.

d.      Pembagian Sifilis

Pembagiannya dibagi menjadi dua yaitu sifilis kongenital (didapat pada saat lahir dari orang tua yang positif sifilis) dan sifilis yang didapat (melalui hubungan seks).
1) Pembagian menurut WHO
a) Sifilis dini (sebelum 2 tahun)
Dapat menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya. Pada ibu hamil treponema pallidum dapat masuk ke tubuh janin.
b) Sifilis lanjut (setelah 2 tahun)
Tidak menular karena treponema pallidum tidak ada.
2) Pembagian sifilis secara klinis.
a) Sifilis kongenital
            Orang tua yang mengidap positif dapat menularkan sifilis ke anak yang dikandungnya, sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada bayi, salah satunya adalah kelainan pada hidup yang disebut juga sebagai Saddle Nose. Treponema pallidum dapat melalui placenta dan masuk ke peredaran darah janin. Plasenta pada janin yang menderita sifilis memiliki bentuk abnormal yang sangat  besar  dan berat dengan warna kkuningan pucat
ü  Sifilis kongenital dini
Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa vesikel dan bula yang setelah memecah membentuk erosi yang ditutupi krusta. Kelainan ini sering terdapat pada telapak tangan dan kaki disebut pemfigus sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa bulan setelah bayi dilahirkan kelainan berupa papul dengan skuama yang menyerupai sifilis stadium II. Kelainan pada selaput lendir berupa sekret hidung yang sering bercampur darah, kelainan pada tulang, terutama tulang panjang, berupa osteokondritis yang khas pada foto rontgen. Bisa terdapat splenomegali dan pneumonia alba.
ü  Sifilis kongenital lanjut
Terdapat pada usia > 2 tahun. Manifestasi klinis baru ditemukan pada usia 7-9 tahun, dengan adanya trias Hutcinson yakni kelainan pada mata (keratitis interstitial yang dapat menyebabkan kebutaan) ketulian dan gigi Hutchinson perforatum palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.
ü  Stigmata
Terlihat pada sudut mulut berupa garis-garis yang jalannya radier, gigi Hutcinson, gigi molar pertama berbentuk seperti murbei dan penonjolan tulang frontal kepala (frontal bossing).

b) Sifilis di dapat (akuisita)
Sifilis yang didapat atau ditulari melalui hubungan seksual ini terbagi menjadi dua stadium yaitu stadium dini: primer dan sekunder dan stadium lanjut: laten dan tersier.
-          Stadium dini primer
Masa tunas dari si kuman sifilis ini biasanya berlangsung 2-4 minggu, yang ditandai dengan adanya ulkus atau luka yang terdapat pada kelamin, dimana ulkus ini biasanya hanya satu dan jarang sekali lebih dari satu, kemerahan, dan biasanya tidak nyeri.
-          Stadium dini lanjut
Stadium ini biasanya berlangsu 6-8 minggu semenjak pertama kali terinfeksi oleh sifilis, dan pada stadium dini yang tidak diobati. Yang paling sering manifestasi klinis yang dapat ditemui adalah kelainan pada kulit berupa rash atau becak kemerahan yang paling sering pada kedua lengan dan tangan, namun juga dapat pada badan. Kelainan ini sering dianggap sebagai kelainan kulit, sehingga sering disebut pula sifilis sebagai penyakit peniru.
-          Stadium lanjut laten
Sifilis pada stadium ini biasanya tidak menular, dan hanya bisa ditegakkan kalau pasien ini mengidap sifilis melalui pemeriksaan lab. Sifilis lanjut laten biasanya dapat bertahan sampai bertahun-tahun bahkan dapat seumur hidup, untuk itu perlu dilakukan pengobatan sifilis pada stadium dini.
-          Stadium lanjut tersier
Sifilis pada stadium ini biasanya ditandai dengan adanya guma, adalah sejenis massa yang meradang pada kulit dan terdapat juga jaringan parut.

3) Sifilis digolongkan berdasarkan stadium :
1. Stadium I
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat treponema pallidum masuk. Umumnya hanya 1. terjadi efek primer berupa pupul yang erosif, berukuran 1-2 cm, berbentuk bulat atau lonjong, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tidak ada tanda-tanda radang dan bila diraba ada pengerasan (indurasi). Kelainan ini tidak nyeri, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus yang disebut ulkus durum.


2. Stadium II
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam subfebril, anoreksia, nyeri pada tulang dan nyeri leher biasanya mendahului kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan yang timbul berupa makula, papul, pusful dan rupia tidak terdapat vesikel dan bula. Selain kelainan kulit pada stadium ini terdapat kelainan selaput lendir dan limfodenitis yang generalisafa.

3. Stadium III
Lesi yang khas adalah guma dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi, guma umumnya satu, dapat multiple, ukuran mili sampai beriameter beberapa centimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ. Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang rawan pada hidung dan pallatum.


e.       Cara Penularan

1. Hubungan seks, bakteri menular pada saat hubungan seks yang dilakukan baik secara oral maupun transvagina
2. Transplasenta    : melalui plasenta dari ibu ke janinnya
3. Transfusi darah : apabila pendonor menderita sifilis

f.       Gejala Sifilis

Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau "chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
Pada kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan kedaan tidak hamil, hanya perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa memberikan hasil positif palsu. Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira-kira sekitar umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer dan sekunder ditemukan pada kehamilan setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis kongenital lebih memungkinkan.

g.      Manifestasi Klinis

Sifilis mempunyai manifestasi klinis yang sistemik (seluruh tubuh) untuk itu penyakit ini mempunyai komplikasi yang berat termasuk ke sistem jantung dan peredarah darah, sistem saraf dan otak, kelenjar getah bening, hati, dan tulang.
v  Sifilis primer (stadium 1)
-          Terjadi 10 sampai 90 hari setelah infeksi
-          Di awali dengan sedikit nyeri pada papula yang berkembang menjadi kangkre yaitu lesi ulserasi primer yang berbatas tegas dengan dasar dan daerah sekelilingnya mengeras dan berisi rabas purulen.
-           Limfadenopati inguinal yang menyertai mungkin ada.

v  Sifilis sekunder
-          Terjadi 1-6 bulan setelah infeksi
-          Ruam papula pada telapak tangan dan telapak kaki, yang muncul pada saat masih terdapat lesi sifilis primer.
-          Kebotakan pada rambut, alis dan bulu mata.
-          Kondilomata lafa
-          Lesi membran mukosa
-          Gejala-gejala penyakit sistemik, mencakup demam ringan, sakit tenggorokan, suara serak/ parau, malaise, sakit kepala, anoreksia dan adenopati umum.

v  Sifilis laten
-          Awal   : terjadi pada saat infeksi hingga 1 tahun kemudian
-          Lanjut : terjadi 1 tahun setelah infeksi hingga awalan sifilis tersier
-          Tidak terdapat manifestasi klinis.

v  Sifilis tersier
-          Terjadi : 1-2 tahun setelah infeksi hingga 30 tahun kemudian/ lebih
-          Terdapat 2 bentuk yaitu:
-          Guma : jaringan tumor granuloma, lunak, di hati, otak, jantung, tulang dan kulit
-          Kardiovaskuler : penyakit katub aorta, aneurisma aorta, penyakit arteri koroner.

v  Neurosifilis
-          Terjadi pada setiap tahap sifilis
-          Terdapat gejala-gejala klinis penyakit sistem saraf pusat/ SSP (misal, paralisis saraf kranial, perubahan kepribadian, kehilangan berbagai reflek).

h.      Patofisiologi

Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema pallidum. Treponema dapat masuk melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi, kemudian masuk ke perdarahan darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksi bersifat sistemik dan manifestasinya akan tampak kemudian. Perkembangan penyakit sifilis berlangsung dari satu stadium ke stadium berikutnya. 10 sampai 90 hari (umumnya 3-4 minggu) setelah terjadi infeksi. Pada tempat masuk T. Pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 6 minggu (2-6 minggu). Setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput lendir yang pada permulaan menyeluruh, kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Kadang-kadang kelainan kulit hanya sedikit atau sepintas lalu.



1. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.

2. Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.


i.        Pengaruh Sifilis Terhadap Kehamilan dan Persalinan

Infeksi ibu dapat mengakibatkan penularan transplasenta ke janin pada setiap umur gestasi. Ibu dengan sifilis primer dan sekunder akan lebih mungkin untuk menularkan infeksi dengan manifestasi lebih berat yang terjadi pada janin. Angka penularan untuk penyakit primer dan sekunder adalah antara 50-80% terdapat tingkat respon janin yang luas terhadap infeksi dan infeksi bawaan laten. Komponen infeksi sifilis bawaan dini antara lain hidrops yang tidak imun, hepatosplenomegali, anemia dan trombositopenia yang hebat, lesi kulit, ruam, osteitis dan periositis, pneumonia dan hepatitis. Angka kematian parenatal akibat sifilis bawaan ± 50%. Sifilis bawaan pada masa-masa akhir (di diagnosis setelah umur 2 tahun) merupakan penyakit multisistem yang ditandai dengan kelainan gigi (gigi Hutchinson, “mulberry molars”) “sabershins” (tulang kering pedang), kerusakan pada septum masal, yang mengakibatkan suatu hidung – sadek, keratitis interstisial, tuli saraf ke VIII dan kegagalan pertumbuhan.
Pengaruh sifilis terhadap kehamilan:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal: pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.
Orang tua yang mengidap positif dapat menularkan sifilis ke anak yang dikandungnya, sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada bayi, salah satunya adalah kelainan pada hidup yang disebut juga sebagai Saddle Nose.


·         SITOMEGALOVIRUS (CMV)
a.      Pengertian
Cytomegalovirus (CMV) adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes dan bagian dari TORCH.
CMV adalah Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan.

b.      Etiologi

Virus ini terdapat dimana-mana. Orang yang terinfeksi aktif, akan mengeluarkan virus dalam air kemih atau air ludahnya selama berbulan-bulan. Virus juga dikeluarkan bersama lendir leher, air mani, tinja dan ASI.
Anak-anak dalam satu sekolah atau di tempat perawatan, sering satu sama lain saling menularkan virus ini. Virus ini juga ditularkan diantara laki-laki homoseksual. Infeksi sitomegalovirus bisa terjadi pada orang yang menerima darah terinfeksi atau jaringan cangkokan yang terinfeksi, misalnya ginjal.
Bila sitomegalovirus masuk ke dalam tubuh, bisa menimbulkan atau bisa juga tidak menimbulkan penyakit aktif. Di dalam tubuh, virus bisa tertidur selama beberapa tahun dan bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit kapan saja. Sekitar 60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, meskipun tanpa gejala.
Infeksi serius biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan, misalnya penerima cangkok sumsum tulang atau penderita AIDS.

c.       Gejala

Infeksi CMV pada individu normal pada umumnya tidak meimbulkan gejala. Hanya sebagian kecil (5%) dari mereka yang terinfeksi akan menunjukan gejala dan tanda yang bersifat ringan, berupa demam, nyeri otot, dan pembesaran kelenjar getah bening leher yang dapat sembuh spontan tanpa pengobatan spesifik. Infeksi pada individu normal tidak perna melibatkan sistem syaraf pusat. Sedangkan infeksi yang fatal hanya dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan daya tahan imun (immunocompromised). Pada pasien HIV/AIDS, CMV sering sekali meyebar pada organ-organ dalam tubuh, meyebabkan gastroenteritis, infeksi paru, gangguan neurologis, infeksi mata, dan penyakit-penyakit organ lain. 
Kebanyakan orang yang mendapatkan infeksi setelah lahir dan menyimpan virus dalam tubuhnya, tidak menunjukkan gejala. Tetapi orang sehat yang terinfeksi bisa merasa sangat sakit dan mengalami demam.
Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian. Gejalanya berupa demam selama 2-3 minggu dan kadang-kadang peradangan hati (hepatitis), mungkin disertai sakit kuning. Jumlah limfosit bisa meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam.
Penderita gangguan sistem kekebalan yang terinfeksi virus ini, sering mengalami infeksi yang berat, bahkan beberapa diantaranya menjadi sangat sakit dan meninggal.
Infeksi sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau kematian pada bayi baru lahir. Kematian disebabkan oleh perdarahan, anemia maupun kerusakan hati atau otak yang berat.
Pada penderita AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan menyebabkan kebutaan. Infeksi pada otak (ensefalitis) atau borok pada usus atau kerongkongan juga bisa terjadi.
Kebanyakan bayi yang menderita sitomegalovirus kongentitalis tidak menunjukkan gejala. Hanya 10% yang menunjukkan gejala-gejala berikut:
berat badan lahir rendah, mikrosefalus (kepala kecil), kejang, ruam kulit (peteki/bintik-bintik kecil berwarna keunguan),  jaundice (sakit kuning), ubun-ubun menonjol, pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali), peradangan retina , kalsifikasi intrakranial (pengendapan mineral di dalam otak). Dan 30% dari bayi tersebut meninggal. 
Lebih dari 90% bayi yang selamat dan 10% dari bayi yang tidak menunjukkan gejala, di kemudian hari akan mengalami kelainan saraf dan otak (diantaranya tuli, keterbelakangan mental dan gangguan penglihatan)
Bayi yang terinfeksi setelah lahir bisa menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta pembesaran limpa. 

d.      Cara Penularan

Penularan atau tranmisi CMV ini berlangsung secara horisontal, vertikal, dan hubungan seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui droplet infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. seperti berciuman, kontak seksual, percikan air liur, kencing yang tersentuh tangan, mata atau bagian dalam hidung atau mulut. Sementara itu, transmisi vertikal penularan proses infeksi maternal ke janin, sepertiga ibu hamil yang terinfeksi CMV sebelum dan selama kehamilan dapat menularkan CMV kepada bayi yang dikandungnya melalui plasenta.  infeksi CMV timbul akibat pemaparan terhadap sekresi seviks yang telah terinfeksi melalui air susu ibu dan tindakan transfusi darah dan transplantasi organ.

e.       Patogenesis

Infeksi CMV yang terjadi karna pemaparan pertama kali atas individu di sebut infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis ataupun asimptomatis serta virus akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya virus masuk ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut infeksi laten.
Pada keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multiplikasi virus. Keadan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita transplan-resipien ataupun penderita dengan keganasan.
Infeksi rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karna penyakit tertentu serta keadan suprasi imun yang bersipat iatrogenik. Dapat diterangkan bahwa bahwa kedua keadan tersebut menekan respon sel limfosit T sehingga timbul stimulasi antigenik yang kronis. Dengan demikian, terjadi rektivitas virus dari periode laten disertai berbagai sindroma.


f.       Patofisiologi

Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di amerika utara. CMV agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan ASI. Masa inkubasi tidak diketahui, berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah lahir-3 sampai 12 minggu, setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu, dan setelah transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.

g.      Pengaruh Infeksi CMV pada kehamilan

Transmisi CMV dari ibu kejanin dapat terjadi selama kehamilan dan infeksi pada umur kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang serius.
Infeksi CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogenus ataupun endogenus. Infeksi eksogenus dapat bersipat primer yaitu terjadi pada ibu hamil dengan pola imunologik seronegatif dan nonprimer bila ibu hamil dalam keadan seropositif.
Infeksi endogenus adalah hasil suatu rektivitas virus yang sebelumnya dalam keadan paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih buruk pada janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi).
Wanita hamil yang terinfeksi dapat mengereksikan virus di dapat urinnya dan sekresi dari serviks uteri dan selanjutnya pada susu. Bayi dapat terinfeksi in utero jika ibunya mendapat infeksi primer selama kehamilan dan kira-kira separuh dari bayi-bayi yang beresiko akan terinfeksi terutama jika infeksi terjadi selama 6 bulan pertama kehamilan. Sekitar 5-15% bayi yang gterinfeksi akan mendapat infeksi sussunan saraf pusat. Penyakit dapat terjadi sebagai penyakit inkulis sitomegalik konginetal, ditandai dengan pembesaran hati dan limpa, ikterus, petekai hemoragik dan trombositopenia atau sebagai keadaan kronik pada anak-anak muda, menyebabakan mikrosefali, retradasi mental dan klasifikasi intraserebral.
Bila infeksi dialami oleh ibu hamil, maka bayi yang dikandung beresiko menderita pembesaran kepala, pengapuran otak, pembesaran hati, tuli, atau bentuk kaki dan tangan yang tidak normal.
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%. 80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala retardasi mental, gangguan visual, gangguan perkembangan psikomotor. Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.












BAB III
MANAJERIAL ASUHAN KEBIDANAN

·         SIFILIS
A.    Diagnosis
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menemukan T. Pallidum dalam spesimen dengan menggunakan mikroskop lapang pandang gelap, pewarnaan Burry, atau mikroskop imunofluoresensi. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas.
Pemeriksaan bantu lain adalah tes non treponemal (tes reagen) untuk melacak antibodi igG dan IgM terhadap lipid yang terdapat pada permukaan sel treponema misalnya: Rapid Plasma Reagen (RPR), Venereal Desease Research Laboratory (VDRL). Untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital pemeriksaan IgM pada bayi sangat diperlukan, karena IgM dari ibu tidak dapat melalui plasenta.
Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.
B.     Penatalaksanaan
Pengobatan pada wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wassermann dan VDRL, bila perlu diobati.
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1)      Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun).
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.

2)      Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.

3)      Neurosifilis
Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998. Pengobatan harus diberikan pada bayi :
a.               Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan radiologik.
b.               Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c.               Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d.              Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e.               Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f.                Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g.               Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa diamati.  Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam, usia > 1 minggu – ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.
1.      Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998
  • Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis
Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.
  • Bayi normal
a)      Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
b)      Ibu sifilis laten lanjut, atau ibu mendapat terapi eritromosin, obat selain penilin, ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
c)      Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan
d)     Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.
2. Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin
Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
3. Pemeriksaan Setelah Pengobatan
Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.

C.     Pencegahan
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
a.         Tidak berganti-ganti pasangan
b.        Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
c.         Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
d.        pada pasien yang terinfeksi sifilis harus berhenti melakukan aktivitas seksualnya sampai sifilisnya benar-benar sembuh (negatif terinfeksi sifilis).
e.         Pasien sifilis harus melakukan tes HIV pada saat didiagnosis sifilis.
f.         Pasien harus selalu memeriksakan diri setiap 3-6 bulan sekali setelah diterapi
g.        Selalu menjaga kebersihan di daerah kelamin
h.        Dalam melalukan hubungan seksual hendaknya yang pria menggunakan kondom
i.          Setelah melakukan hubungan seksual baik pria maupun wanita mencuci tangan dengan air dan sabun hingga bersih.
j.          pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus penyakit negatif.
Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibody maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer menetap.

·         SITOMEGALOVIRUS (CMV)
a.      Diagnosa

Infeksi primer pada kehamilan dapat ditegakan baik dengan metode serologik maupun verologik. Dengan metode serologik, diagnosis infeksi maternal primer dapat ditunjukan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya IgM dan igG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologik infeksi primer dapat pula ditentukan dengan Low lgG Avi dity, yaitu antibodi klas lgG menunjukan fungsional aviditasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90 % kasus infeksi primer menunjukan lgG aviditas rendah (low avidity lgG) terhadap CMV.
Dengan metode virologik, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji imuno fluoresesen. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat anti gen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat molekul 65 kilo dalton) dari CMV di dalam sel leukosit dalam darah ibu.

ü  Diagnosis pranatal
Diagnosis pranatal harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang menunjukan infeksi primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Hal ini karna diperkirakan 70% dari kasus menunjukan janin tidak terinfeksi. Dengan demikian, diagnosis pranatal dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak perlu terhadap janin yang sebenarnya tidak terinfeksi sehingga kehamilan tersebut dapat berlangsung. Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karna pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif dan memuaskan.
Diagnosis pranatal dilakukan dengan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh setelah amniosentesis.
Tes pemeriksaan untuk CMV dengan melakukan tes darah dan kencing. Pemeriksaan lain yang lebih invasif yaitu amniosentesis, untuk membantu mendiagnosis infeksi CMV pada bayi dalam kandungan. Amniosentesis dalam hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21 -23 minggu karna 3 hal berikut:
·         Mencegah hasil negatif palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum umur kehamilan 20 minggu sehingga janin belum optimal mengekresikan virus situmegalo melalui urin ke dalam cairan ketuban.
·         Dibutuhkan waktu 6 – 9 minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus dapat ditemukan dalam cairan ketuban.
·         Infeksi janin yang berat karena transmisi CMV pada umumnya bila infeksi maternal terjadi pada umur kehamilan 12 minggu.
Penelitian menunjukan bahwa untuk diagnosis pranatal hasil amniosentesis lebih baik. Pemeriksaan ultra sound yang merupakan bagian dari perawatan antenatal sangat membantu dalam mengidentifikasi janin yang beresiko tinggi atau diduga terinfeksi CMV. Klinis harus memikirkan adanya kemungkinan adanya CMV intrauteri, hidrops nonimun, asies janin, gangguan pertumbuhan janin, mikrosefali, ventrikulomegali serebral (hidrosefalus), kalsifikasi intrakranial, hepatosplenomegali, dan kalsifikasi intrahepatik.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala pada penderita gangguan sistem kekebalan. Dilakukan pemeriksaan terhadap air kemih dan cairan tubuh atau jaringan tubuh lainnya, untuk menemukan virus ini.
Karena virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan suatu infeksi yang aktif.
Adanya kadar antibodi terhadap virus yang meningkat, merupakan bukti kuat bahwa virus inilah penyebab infeksinya. Bila infeksi mengenai mata (retinitis), maka  dapat ditemukan kelainan pada Pemeriksaan dengan oftalmoskop. Pada bayi baru lahir, diagnosis ditegakkan melalui pembiakan air kemih yang dikumpulkan dalam 3 Minggu pertama kehidupannya.

b.      Penatalaksanaan

Infeksi sitomegalovirus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan, dan akan sembuh dengan sendirinya. Jika infeksi mengancam kehidupan atau penglihatan penderita, bisa diberikan obat anti-virus gansiklovir atau foskarnet. Meskipun obat-obat ini memiliki efek samping yang serius dan tidak menyembuhkan infeksi, tetapi pengobatan yang diberikan sering memperlambat perkembangan penyakit.
Tidak ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi kongenital. Dengan demikian, dalam konseling infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis pranatal kemungkinan dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan. Terapi diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis, esofaginitis pada penderita dengan Acquired immunodeficiency Syndrome (AIDS) serta tindakan profilaksis untuk mencegah infeksi CMV setelah transplantasi organ. Obat yang digunakan untuk anti CMV untuk saat ini adalah Ganciclovir, foscarnet, Cidofivir dan Valaciclovir, tetapi sampai saat ini belum dilakukan evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi serta resistensi akibat infeksi kongenital. Sampai saat ini vaksin untuk mencegah infeksi CMV masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Menjaga kebersihan bagi ibu hamil masih merupakan cara terbaik untuk melindungi bayi dalam kandungan terhadap infeksi CMV.

c.       Cara mencegah penularan infeksi CMV :
  • Cuci tangan dengan sabun dan air, terutama setelah kontak dengan air liur atau popok anak-anak. Cuci tangan dengan baik selama 15 sampai 20 detik.
  • Jangan mencium anak-anak di bawah usia 6 tahun pada mulut atau pipi. Sebaliknya, cium mereka di kepala atau berikan pelukan saja.
  • Jangan berbagi makanan, minuman, atau sendok dan garpu dengan anak-anak