BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Angka kematian bayi
(AKB) di Indonesia sangat tinggi, bahkan paling tinggi di antara empat negara
anggota ASEAN lainnya. Hal tersebut terjadi karena empat penyebab utamanya,
yaitu tetanus (19,3%), gangguan perinatal (18,4%), diare (15,6%), dan infeksi
saluran napas akut/ISPA (14,4%) masih belum dapat diatasi dengan baik.
Kelahiran bayi dengan kelainan kongenital (KK) menduduki urutan ketujuh (4,2%)
dari penyebab kematian bayi di Indonesia setelah campak (7,5%) dan kelainan
saraf (5,6%). Dengan demikian, apabila penyebab kematian utama di atas dapat
diatasi, bukan hal mustahil bila kelainan kongenital akan meningkat
peringkatnya sebagai faktor penyebab tingginya angka kematian bayi.
Kehamilan
adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada wanita yang
didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigotdan akhirnya
menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di dalamuterus sampai proses
persalinan (Netti Herlina, 2006). Sedangkan Persalinan adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam uterus melalui vagina
atau jalan lain ke dunia luar.
Pada
ibu hamil sering ditemui adanya infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan
tersebut seperti infeksi sifilis dan sitomegalovirus. Kedua infeksi ini
mempunyai resiko terhadap kehamilan dan persalinan.
Sifilis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum, merupakan
penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh. Sedangkan Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. CMV merupakan
salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin. Mengingat hal itu, kami
membuat makalah dengan judul “ infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan,
yaitu sifilis dan sitomegalovirus”.
B.
Tujuan
Makalah
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan IV dan sebagai
pengetahuan tambahan bagi para pembaca tentang infeksi yang menyertai kehamilan
dan persalinan.
C.
Kegunaan
Makalah
Makalah ini
bisa dipergunakan sebagai referensi bagi para pembaca yang ingin menambah
pengetahuannya tentang sifilis dan sitomegalovirus (CMV) pada kehamilan dan
persalinan.
D.
Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah
metode studi kepustakaan.
BAB II
KEPUSTAKAAN
A.
KEHAMILAN
Kehamilan adalah suatu peristiwa alami dan fisiologis yang
terjadi pada wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang
membentuk zigotdan akhirnya menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di
dalamuterus sampai proses persalinan (Netti Herlina, 2006).
Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan yang
terjadi dariovulasi, migrasi, spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan
zigot, nidasi pada uterus, pembentukan plasenta serta tumbuh kembang
hasilkonsepsi sampai aterm (Manuaba. I, 1998:95).
Kehamilan adalah proses pertambahan janin dimulai dari
konsepsi sampailahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari) (Syaifuddin A, 2002:89).
Kehamilan merupakan proses yang fisiologis dan alamiah.
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normaladalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir (Sarwono).
Kehamilam terjadinya ketika
seorang perempuan melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki maka bisa
jadi perempuan tersebut akan hamil. Kehamilan terjadi ketika sel sperma yang masuk ke dalam rahim seorang
perempuan membuahi sel telur yang telah matang. seorang laki-laki rata-rata
mengeluarkan air mani sebanyak 3 cc, dan setiap 1 cc air mani yang normal akan
mengandung sekitar 100 juta hingga 120 juta buah sel sperma. Setelah air mani
ini terpancar (ejakulasi) ke dalam pangkal saluran kelamin istri, jutaan sel sperma ini akan berlarian melintasi rongga rahim,
saling berebut untuk mencapai sel telur matang yang ada pada saluran tuba di
seberang rahim.Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim)
menjadi lebih cair, sehingga sperma mudah menembus ke dalam rahim. Sperma
bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang berbentuk corong dalam
waktu 5 menit. Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan
dan pembentukan zigot (sel telur yang telah dibuahi). Jika
perempuan tersebut berada dalam masa subur,
atau dengan kata lain terdapat sel telur yang matang, maka terjadilah
pembuahan.Pada proses pembuahan, hanya bagian kepala sperma yang menembus sel
telur dan bersatu dengan inti sel telur. Bagian ekor yang merupakan alat gerak
sperma akan melepaskan diri. Sel telur yang telah dibuahi akan mengalami
pengerasan bagian luarnya. Ini menyebabkan sel telur hanya dapat dibuahi oleh
satu sperma.
Inti sel telur yang sudah dibuahi akan mengalami
pembelahan menjadi dua bagian setelah 30 jam. 20 jam kemudian inti sel telur
ini akan kembali membelah menjadi empat bagian. Tiga sampai empat hari setelah pembuahan,
sel akan sampai di bagian uterus.Dalam jangka waktu satu minggu setelah perubahan,
akan dihasilkan suatu massa sel yang berbentuk ola sebesar pentol jarum, yang
disebut (blastocyt). Dalam proses selanjutnya, yaitu sekitar 5
hari berikutnya, blastosis akan menempel dan terimplantasi kedalam endometrium.
B.
PERSALINAN
Persalinan
adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup, dari dalam
uterus melalui vagina atau jalan lain ke dunia luar.
Partus
normal / partus biasa adalah bayi lahir melalui vagina dengan letak belakang
kepala / ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat / pertolongan istimewa, serta
tidak melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), berlangsung dalam waktu
kurang dari 24 jam.
Persalinan
ditentukan oleh 3 Faktor “P” Utama:
-
Power
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.
-
Passage
Keadaan jalan lahir
Keadaan jalan lahir
-
Passanger
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor)
( faktor-faktor “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Dengan adanya keseimbangan /
kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan
dapat berlangsung.
Pembagian Fase/Kala
Persalinan:
- Kala 1 :
Pematangan dan pembukaan serviks sampai lengkap (kala pembukaan)
- Kala
2 : Pengeluaran bayi (kala
pengeluaran)
- Kala 3 : Pengeluaran plasenta (kala uri)
- Kala
4 : Masa 1 jam setelah partus,
terutama untuk observasi
C.
INFEKSI
YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
·
SIFILIS
a.
Pengertian
Sifilis
merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh treponema pallidum yang
dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga
susunan saraf pusat, dan juga dapat tanpa manifestasi lesi di tubuh.
Sifilis
adalah Penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang
kronis, adanya remisi dan eksaserbasi dapat menyerang semua organ dalam tubuh
terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf serta dapat terjadi
sifilis kongenital.
Sifilis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum,
merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit
dapat menyerang seluruh organ tubuh.
Sifilis
atau penyakit "rasa singa" adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman
Treponema pallidum, kuman ini termasuk golongan Spirochaeta, kuman ini hanya
bisa diperiksa dengan mikroskop lapang pandang gelap, dimana pada gambaran
miskroskop akan memberikan gambaran seperti spiral.
b.
Etiologi
Pada
tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema
pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae
dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15
um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap
tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse
dapat hidup tujuh puluh dua jam.
Sebagaimana
mikroorganisme negatif-Gram, dijumpai dua lapisan. Sitoplasma yang merupakan
lapisan dalam, mengandung mesosome, vakuol ribosom, dan mungkin juga
bahan-bahan nukleoid. Lapisan luar dilapisi oleh bahan mukoid dan tidak dijumpai
pada Trepanoma yang tidak patogen.
c.
Klasifikasi
Infeksi
terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis sekunder, sifilis
laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier).
-
Sifilis primer
waktu
rata-rata inkubasi 3 minggu. Papula yang membentuk ulkus yang tidak nyeri
(chancre primer) terbentuk didaerah inokulasi pada penis atau serviks atau
labia. Limfadenopati inguinal terjadi, dan juga lesi sembuh secara spontan
setelah beberapa minggu.
-
Sifilis sekunder
Terjadi
rata-rata 6-8 minggu kemudian dengan ruam makulopapular generalisata (termasuk
ditelapak tangan dan kaki), limfadenopati generalisata, dan kondiloma lata
(plak yang lembab, lebar, dan sangat infeksius didaerah intertriginosa yang
hangat). Gejala sistemik terdiri dari demam, nyeri kepala, dan nyeri
tenggorokan.
-
Sifilis laten
Gejala
dan tanda menghilang. Satu-satunya manisfetasi infeksi adalah pemeriksaan
serologis yang positif. Infeksi SSP asimtomatik pada silifis laten ini umum
terjadi.
Sifilis
laten merupakan fase sifilis tanpa gejala klinik dan hanya pemeriksaan
serologik yang reaktif. Hal ini mengindikasikan organisme ini masih tetap ada
di dalam tubuh, dan dalam perjalanannya fase ini dapat berlangsung selama
bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. Kurang lebih 2/3 pasien sifilis laten yang
tidak diobati akan tetap dalam fase ini selama hidupnya.
-
Sifilis tersier
Guma
(lesi granulomatosa yang keras) muncul setelah 3-10 tahun diberbagai tempat,
termasuk dikulit, dimana terjadi ulkus setelah ada kerusakan jaringan kartilago
dan jaringan ikat dibawahnya. Efek dari sifilis tersier ini adalah terjadinya
aortitis, terjadi setelah 10-30 tahun dan menyebabkan aneurisma aorta asendens.
Neurosilifis menyebabkan penyakit dengan spektrum gejala yang luas termasuk:
meningovaskuler (4-7 tahun), general paresis of the insane (10-20 tahun), tabes
dorsalis (15-25 tahun).
Siilis
tersier terjadi pada 1/3 pasien yang tidak diobati. Fase ini dapat terjadi
sejak beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah fase laten dimulai.
Treponema pallidum menginvasi dan menimbulkan kerusakan pada sistem saraf
pusat, sistem kardiovaskuler, mata, kulit, serta organ lain. Pada sistem
kardiovaskuler dapat terjadi aneurisma aorta dan endokarditis. Gumma timbul
akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen T. Pallidum, lesi
tersebut bersifat destruktif dan biasanya muncul dikulit, tulang, atau organ
dalam.
d.
Pembagian
Sifilis
Pembagiannya
dibagi menjadi dua yaitu sifilis kongenital (didapat pada saat lahir dari orang
tua yang positif sifilis) dan sifilis yang didapat (melalui hubungan seks).
1) Pembagian menurut
WHO
a)
Sifilis dini (sebelum 2 tahun)
Dapat
menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya. Pada
ibu hamil treponema pallidum dapat masuk ke tubuh janin.
b)
Sifilis lanjut (setelah 2 tahun)
Tidak
menular karena treponema pallidum tidak ada.
2) Pembagian sifilis
secara klinis.
a)
Sifilis kongenital
Orang
tua yang mengidap positif dapat menularkan sifilis ke anak yang dikandungnya,
sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada bayi, salah satunya adalah kelainan
pada hidup yang disebut juga sebagai Saddle Nose. Treponema pallidum
dapat melalui placenta dan masuk ke peredaran darah janin. Plasenta pada janin
yang menderita sifilis memiliki bentuk abnormal yang sangat besar
dan berat dengan warna kkuningan pucat
ü Sifilis
kongenital dini
Dapat
muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa
vesikel dan bula yang setelah memecah membentuk erosi yang ditutupi krusta.
Kelainan ini sering terdapat pada telapak tangan dan kaki disebut pemfigus
sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa bulan setelah bayi dilahirkan
kelainan berupa papul dengan skuama yang menyerupai sifilis stadium II.
Kelainan pada selaput lendir berupa sekret hidung yang sering bercampur darah,
kelainan pada tulang, terutama tulang panjang, berupa osteokondritis yang khas
pada foto rontgen. Bisa terdapat splenomegali dan pneumonia alba.
ü Sifilis
kongenital lanjut
Terdapat
pada usia > 2 tahun. Manifestasi klinis baru ditemukan pada usia 7-9 tahun,
dengan adanya trias Hutcinson yakni kelainan pada mata (keratitis interstitial
yang dapat menyebabkan kebutaan) ketulian dan gigi Hutchinson perforatum
palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.
ü Stigmata
Terlihat
pada sudut mulut berupa garis-garis yang jalannya radier, gigi Hutcinson, gigi
molar pertama berbentuk seperti murbei dan penonjolan tulang frontal kepala
(frontal bossing).
b) Sifilis di dapat (akuisita)
Sifilis
yang didapat atau ditulari melalui hubungan seksual ini terbagi menjadi dua
stadium yaitu stadium dini: primer dan sekunder dan stadium lanjut: laten dan
tersier.
-
Stadium dini primer
Masa tunas dari si kuman sifilis ini biasanya
berlangsung 2-4 minggu, yang ditandai dengan adanya ulkus atau luka yang
terdapat pada kelamin, dimana ulkus ini biasanya hanya satu dan jarang sekali
lebih dari satu, kemerahan, dan biasanya tidak nyeri.
-
Stadium dini lanjut
Stadium ini
biasanya berlangsu 6-8 minggu semenjak pertama kali terinfeksi oleh sifilis,
dan pada stadium dini yang tidak diobati. Yang paling sering manifestasi klinis
yang dapat ditemui adalah kelainan pada kulit berupa rash atau becak kemerahan
yang paling sering pada kedua lengan dan tangan, namun juga dapat pada badan.
Kelainan ini sering dianggap sebagai kelainan kulit, sehingga sering disebut
pula sifilis sebagai penyakit peniru.
-
Stadium lanjut laten
Sifilis pada
stadium ini biasanya tidak menular, dan hanya bisa ditegakkan kalau pasien ini
mengidap sifilis melalui pemeriksaan lab. Sifilis lanjut laten biasanya dapat
bertahan sampai bertahun-tahun bahkan dapat seumur hidup, untuk itu perlu
dilakukan pengobatan sifilis pada stadium dini.
-
Stadium lanjut tersier
Sifilis pada
stadium ini biasanya ditandai dengan adanya guma, adalah sejenis massa yang
meradang pada kulit dan terdapat juga jaringan parut.
3) Sifilis digolongkan
berdasarkan stadium :
1.
Stadium I
Tiga
minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat treponema pallidum masuk.
Umumnya hanya 1. terjadi efek primer berupa pupul yang erosif, berukuran 1-2
cm, berbentuk bulat atau lonjong, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tidak ada tanda-tanda radang dan bila diraba ada pengerasan (indurasi).
Kelainan ini tidak nyeri, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak
lurus yang disebut ulkus durum.
2.
Stadium II
Sifat
yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti
nyeri kepala, demam subfebril, anoreksia, nyeri pada tulang dan nyeri leher
biasanya mendahului kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit.
Kelainan yang timbul berupa makula, papul, pusful dan rupia tidak terdapat
vesikel dan bula. Selain kelainan kulit pada stadium ini terdapat kelainan
selaput lendir dan limfodenitis yang generalisafa.
3.
Stadium III
Lesi
yang khas adalah guma dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi, guma umumnya
satu, dapat multiple, ukuran mili sampai beriameter beberapa centimeter. Guma
dapat timbul pada semua jaringan dan organ. Sifilis stadium ini dapat merusak
semua jaringan, tulang rawan pada hidung dan pallatum.
e.
Cara Penularan
1. Hubungan seks, bakteri menular pada saat hubungan seks yang dilakukan baik secara oral maupun transvagina
2.
Transplasenta : melalui plasenta dari
ibu ke janinnya
3.
Transfusi darah : apabila pendonor
menderita sifilis
f. Gejala
Sifilis
Pada
fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau
"chancres" yang biasanya muncul di daerah kelamin tetapi dapat juga
muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang
ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka
pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
Pada
kehamilan gejala klinik tidak banyak berbeda dengan kedaan tidak hamil, hanya
perlu diwaspadai hasil tes serologi sifilis pada kehamilan normal bisa
memberikan hasil positif palsu. Transmisi treponema dari ibu ke janin umumnya
terjadi setelah plasenta terbentuk utuh, kira-kira sekitar umur kehamilan 16
minggu. Oleh karena itu bila sifilis primer dan sekunder ditemukan pada kehamilan
setelah 16 minggu, kemungkinan untuk timbulnya sifilis kongenital lebih
memungkinkan.
g.
Manifestasi
Klinis
Sifilis
mempunyai manifestasi klinis yang sistemik (seluruh tubuh) untuk itu penyakit
ini mempunyai komplikasi yang berat termasuk ke sistem jantung dan peredarah
darah, sistem saraf dan otak, kelenjar getah bening, hati, dan tulang.
v Sifilis
primer (stadium 1)
-
Terjadi 10 sampai 90
hari setelah infeksi
-
Di awali dengan sedikit
nyeri pada papula yang berkembang menjadi kangkre yaitu lesi ulserasi primer
yang berbatas tegas dengan dasar dan daerah sekelilingnya mengeras dan berisi
rabas purulen.
-
Limfadenopati inguinal yang menyertai mungkin
ada.
v Sifilis
sekunder
-
Terjadi 1-6 bulan
setelah infeksi
-
Ruam papula pada
telapak tangan dan telapak kaki, yang muncul pada saat masih terdapat lesi
sifilis primer.
-
Kebotakan pada rambut,
alis dan bulu mata.
-
Kondilomata lafa
-
Lesi membran mukosa
-
Gejala-gejala penyakit
sistemik, mencakup demam ringan, sakit tenggorokan, suara serak/ parau,
malaise, sakit kepala, anoreksia dan adenopati umum.
v Sifilis
laten
-
Awal : terjadi pada saat infeksi hingga 1 tahun
kemudian
-
Lanjut : terjadi 1
tahun setelah infeksi hingga awalan sifilis tersier
-
Tidak terdapat
manifestasi klinis.
v Sifilis
tersier
-
Terjadi : 1-2 tahun
setelah infeksi hingga 30 tahun kemudian/ lebih
-
Terdapat 2 bentuk
yaitu:
-
Guma : jaringan tumor
granuloma, lunak, di hati, otak, jantung, tulang dan kulit
-
Kardiovaskuler :
penyakit katub aorta, aneurisma aorta, penyakit arteri koroner.
v Neurosifilis
-
Terjadi pada setiap tahap
sifilis
-
Terdapat gejala-gejala
klinis penyakit sistem saraf pusat/ SSP (misal, paralisis saraf kranial,
perubahan kepribadian, kehilangan berbagai reflek).
h.
Patofisiologi
Penularan
terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema pallidum.
Treponema dapat masuk melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi,
kemudian masuk ke perdarahan darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksi
bersifat sistemik dan manifestasinya akan tampak kemudian. Perkembangan
penyakit sifilis berlangsung dari satu stadium ke stadium berikutnya. 10 sampai
90 hari (umumnya 3-4 minggu) setelah terjadi infeksi. Pada tempat masuk T.
Pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan kemudian hilang
sendiri. Kurang lebih 6 minggu (2-6 minggu). Setelah lesi primer terdapat
kelainan kulit dan selaput lendir yang pada permulaan menyeluruh, kemudian
mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Kadang-kadang kelainan kulit hanya
sedikit atau sepintas lalu.
1. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema
pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir,
biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel
plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi
dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis
pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis
tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran
hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh
reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan
sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya.
Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga
mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika
infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman
akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul
berulang-ulang.
2. Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena
treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan
sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua
pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.
i.
Pengaruh
Sifilis Terhadap Kehamilan dan Persalinan
Infeksi
ibu dapat mengakibatkan penularan transplasenta ke janin pada setiap umur
gestasi. Ibu dengan sifilis primer dan sekunder akan lebih mungkin untuk
menularkan infeksi dengan manifestasi lebih berat yang terjadi pada janin.
Angka penularan untuk penyakit primer dan sekunder adalah antara 50-80%
terdapat tingkat respon janin yang luas terhadap infeksi dan infeksi bawaan
laten. Komponen infeksi sifilis bawaan dini antara lain hidrops yang tidak
imun, hepatosplenomegali, anemia dan trombositopenia yang hebat, lesi kulit,
ruam, osteitis dan periositis, pneumonia dan hepatitis. Angka kematian
parenatal akibat sifilis bawaan ± 50%. Sifilis bawaan pada masa-masa akhir (di
diagnosis setelah umur 2 tahun) merupakan penyakit multisistem yang ditandai
dengan kelainan gigi (gigi Hutchinson, “mulberry molars”) “sabershins” (tulang
kering pedang), kerusakan pada septum masal, yang mengakibatkan suatu hidung –
sadek, keratitis interstisial, tuli saraf ke VIII dan kegagalan pertumbuhan.
Pengaruh sifilis terhadap
kehamilan:
1.
Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan
dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2.
Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3.
Bayi lahir dengan lues konginetal: pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak
tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4.
Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.
Orang tua yang mengidap positif dapat menularkan
sifilis ke anak yang dikandungnya, sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada
bayi, salah satunya adalah kelainan pada hidup yang disebut juga sebagai Saddle
Nose.
·
SITOMEGALOVIRUS (CMV)
a.
Pengertian
Cytomegalovirus
(CMV) adalah virus DNA dan merupakan kelompok dari famili virus Herpes dan
bagian dari TORCH.
CMV
adalah Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan.
b.
Etiologi
Virus
ini terdapat dimana-mana. Orang yang terinfeksi aktif, akan mengeluarkan virus
dalam air kemih atau air ludahnya selama berbulan-bulan. Virus juga dikeluarkan
bersama lendir leher, air mani, tinja dan ASI.
Anak-anak
dalam satu sekolah atau di tempat perawatan, sering satu sama lain saling
menularkan virus ini. Virus ini juga ditularkan diantara laki-laki homoseksual.
Infeksi sitomegalovirus bisa terjadi pada orang yang menerima darah terinfeksi
atau jaringan cangkokan yang terinfeksi, misalnya ginjal.
Bila
sitomegalovirus masuk ke dalam tubuh, bisa menimbulkan atau bisa juga tidak
menimbulkan penyakit aktif. Di dalam tubuh, virus bisa tertidur selama beberapa
tahun dan bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit kapan saja. Sekitar
60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, meskipun tanpa gejala.
Infeksi
serius biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan, misalnya
penerima cangkok sumsum tulang atau penderita AIDS.
c.
Gejala
Infeksi CMV pada
individu normal pada umumnya tidak meimbulkan gejala. Hanya sebagian kecil (5%)
dari mereka yang terinfeksi akan menunjukan gejala dan tanda yang bersifat
ringan, berupa demam, nyeri otot, dan pembesaran kelenjar getah bening leher
yang dapat sembuh spontan tanpa pengobatan spesifik. Infeksi pada individu
normal tidak perna melibatkan sistem syaraf pusat. Sedangkan infeksi yang fatal
hanya dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan daya tahan imun
(immunocompromised). Pada pasien HIV/AIDS, CMV sering sekali meyebar pada
organ-organ dalam tubuh, meyebabkan gastroenteritis, infeksi paru, gangguan
neurologis, infeksi mata, dan penyakit-penyakit organ lain.
Kebanyakan
orang yang mendapatkan infeksi setelah lahir dan menyimpan virus dalam
tubuhnya, tidak menunjukkan gejala. Tetapi orang sehat yang terinfeksi bisa
merasa sangat sakit dan mengalami demam.
Jika
seseorang menerima darah yang terinfeksi sitomegalovirus, gejala-gejalanya bisa
dimulai dalam waktu 2-4 minggu kemudian. Gejalanya berupa demam selama 2-3
minggu dan kadang-kadang peradangan hati (hepatitis), mungkin disertai sakit
kuning. Jumlah limfosit bisa meningkat. Kadang-kadang timbul ruam-ruam.
Penderita
gangguan sistem kekebalan yang terinfeksi virus ini, sering mengalami infeksi
yang berat, bahkan beberapa diantaranya menjadi sangat sakit dan meninggal.
Infeksi
sitomegalovirus sebelum lahir, bisa menyebabkan keguguran, lahir mati atau
kematian pada bayi baru lahir. Kematian disebabkan oleh perdarahan, anemia
maupun kerusakan hati atau otak yang berat.
Pada
penderita AIDS, sitomegalovirus sering mengenai retina mata dan menyebabkan
kebutaan. Infeksi pada otak (ensefalitis) atau borok pada usus atau kerongkongan
juga bisa terjadi.
Kebanyakan bayi yang
menderita sitomegalovirus kongentitalis tidak menunjukkan gejala. Hanya 10%
yang menunjukkan gejala-gejala berikut:
berat badan lahir rendah, mikrosefalus (kepala kecil), kejang, ruam kulit (peteki/bintik-bintik kecil berwarna keunguan), jaundice (sakit kuning), ubun-ubun menonjol,
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali), peradangan retina , kalsifikasi intrakranial (pengendapan mineral di dalam otak). Dan
30% dari bayi tersebut meninggal.
Lebih dari 90% bayi
yang selamat dan 10% dari bayi yang tidak menunjukkan gejala, di kemudian hari
akan mengalami kelainan saraf dan otak (diantaranya tuli, keterbelakangan
mental dan gangguan penglihatan)
Bayi yang terinfeksi
setelah lahir bisa menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta
pembesaran limpa.
d.
Cara
Penularan
Penularan
atau tranmisi CMV ini berlangsung secara horisontal, vertikal, dan hubungan
seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui droplet infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. seperti
berciuman, kontak seksual, percikan air liur, kencing yang tersentuh tangan,
mata atau bagian dalam hidung atau mulut. Sementara
itu, transmisi vertikal penularan proses infeksi maternal ke janin, sepertiga ibu hamil yang terinfeksi CMV sebelum dan
selama kehamilan dapat menularkan CMV kepada bayi yang dikandungnya melalui
plasenta. infeksi CMV timbul
akibat pemaparan terhadap sekresi seviks yang telah terinfeksi melalui air susu
ibu dan tindakan transfusi darah dan transplantasi organ.
e.
Patogenesis
Infeksi
CMV yang terjadi karna pemaparan pertama kali atas individu di sebut infeksi
primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis ataupun asimptomatis serta virus
akan menetap dalam jaringan hospes dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya
virus masuk ke dalam sel-sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut
infeksi laten.
Pada
keadaan tertentu eksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai multiplikasi
virus. Keadan tersebut misalnya terjadi pada individu yang mengalami supresi
imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan yang dikonsumsi penderita
transplan-resipien ataupun penderita dengan keganasan.
Infeksi
rekuren (reaktivasi/reinfeksi) yang dimungkinkan karna penyakit tertentu serta
keadan suprasi imun yang bersipat iatrogenik. Dapat diterangkan bahwa bahwa
kedua keadan tersebut menekan respon sel limfosit T sehingga timbul stimulasi
antigenik yang kronis. Dengan demikian, terjadi rektivitas virus dari periode
laten disertai berbagai sindroma.
f.
Patofisiologi
Sitomegalovirus
(CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di amerika utara. CMV
agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan cairan
atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan
ASI. Masa inkubasi tidak diketahui, berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi:
setelah lahir-3 sampai 12 minggu, setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu, dan
setelah transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari
beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat
tetap tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali.
Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
g.
Pengaruh
Infeksi CMV pada kehamilan
Transmisi
CMV dari ibu kejanin dapat terjadi selama kehamilan dan infeksi pada umur
kehamilan kurang dari 16 minggu menyebabkan kerusakan yang serius.
Infeksi
CMV kongenital berasal dari infeksi maternal eksogenus ataupun endogenus.
Infeksi eksogenus dapat bersipat primer yaitu terjadi pada ibu hamil dengan
pola imunologik seronegatif dan nonprimer bila ibu hamil dalam keadan
seropositif.
Infeksi
endogenus adalah hasil suatu rektivitas virus yang sebelumnya dalam keadan
paten. Infeksi maternal primer akan memberikan akibat klinik yang jauh lebih
buruk pada janin dibandingkan infeksi rekuren (reinfeksi).
Wanita
hamil yang terinfeksi dapat mengereksikan virus di dapat urinnya dan sekresi
dari serviks uteri dan selanjutnya pada susu. Bayi dapat terinfeksi in utero jika ibunya mendapat infeksi primer selama kehamilan dan kira-kira
separuh dari bayi-bayi yang beresiko akan terinfeksi terutama jika infeksi
terjadi selama 6 bulan pertama kehamilan. Sekitar 5-15% bayi yang gterinfeksi
akan mendapat infeksi sussunan saraf pusat. Penyakit dapat terjadi sebagai penyakit
inkulis sitomegalik konginetal, ditandai dengan pembesaran hati dan limpa,
ikterus, petekai hemoragik dan trombositopenia atau sebagai keadaan kronik pada
anak-anak muda, menyebabakan mikrosefali, retradasi mental dan klasifikasi
intraserebral.
Bila
infeksi dialami oleh ibu hamil, maka bayi yang dikandung beresiko menderita
pembesaran kepala, pengapuran otak, pembesaran hati, tuli, atau bentuk kaki dan
tangan yang tidak normal.
CMV adalah
infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 % bayi lahir
hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap
janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.
Resiko
transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar
40 – 50%. 80 – 90% tidak menunjukkan gejala
namun kelak dikemudian hari dapat menunjukkan gejala retardasi mental,
gangguan
visual, gangguan perkembangan psikomotor.
Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang
janin.
BAB III
MANAJERIAL ASUHAN
KEBIDANAN
·
SIFILIS
A.
Diagnosis
Diagnosis
pasti ditegakkan dengan cara menemukan T. Pallidum dalam spesimen dengan
menggunakan mikroskop lapang pandang gelap, pewarnaan Burry, atau mikroskop
imunofluoresensi. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai
secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata.
Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan
prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi
dengan lesi luas.
Pemeriksaan
bantu lain adalah tes non treponemal (tes reagen) untuk melacak antibodi igG
dan IgM terhadap lipid yang terdapat pada permukaan sel treponema misalnya:
Rapid Plasma Reagen (RPR), Venereal Desease Research Laboratory (VDRL). Untuk
menegakkan diagnosis sifilis kongenital pemeriksaan IgM pada bayi sangat
diperlukan, karena IgM dari ibu tidak dapat melalui plasenta.
Selain itu,
sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan
pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit,
penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini
dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.
B.
Penatalaksanaan
Pengobatan pada wanita
hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin,
sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap
janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wassermann dan VDRL,
bila perlu diobati.
Pengobatan
sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan
sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil,
tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson
pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada
kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1)
Sifilis dini (primer, sekunder, dan
laten dini tidak lebih dari 2 tahun).
Benzatin
penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalam
aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2)
Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun,
sifilis laten yang tidak diketahui lama infeksi, sifilis kardiovaskular,
sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis)
Benzatin
penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau
dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3)
Neurosifilis
Bezidin
penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian
penisilin long acting, yaitu
pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3
minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari
selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM
sekali seminggu selama 3 minggu.
Terdapat
beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998. Pengobatan harus diberikan pada bayi :
a.
Menderita sifillis kongenital yang
sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan radiologik.
b.
Mempunyai titer test nontreponema ≥
4 kali dibanding ibunya
c.
Dilahirkan oleh ibu yang
pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui, tidak adekuat
atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d.
Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang
diduga menderita sifilis
e.
Titer pemeriksaan nontreponema
meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f.
Hasil tes treponema tetap reaktif
sampai anak berusia 15 bulan, atau
g.
Mempunyai antibodi spesifik IgM
antitreponema.
Selain itu,
juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak
bisa diamati. Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan
alasan menunggu diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan
dengan Aqueous penisilin bergantung usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu,
diberikan tipa 12 jam, usia > 1 minggu – ≤
4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.
1.
Pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998
- Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa
sifilis
Penisilin G
prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.
- Bayi normal
a)
Ibu sifilis dini dan/atau tanpa
terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
Aqueous
penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau
penisilin prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu),
atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
b)
Ibu sifilis laten lanjut, atau ibu
mendapat terapi eritromosin, obat selain penilin, ibu mendapat terapi adekuat ≤
4 minggu sebelum persalinan, atau ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan
sebelum persalinan, titer non treponema tidak turun 4 kali lipat, diberikan :
Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
c)
Ibu mendapat terapi adekuat > 1
bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali lipat, dilakukan :
Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM,
dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan
d)
Ibu mendapat terapi adekuat sebelum
kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan, dilakukan : Pengamatan
klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang
didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan
neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis didapat. Semua anak
yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik
diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam
selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.
2.
Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin
Bila alergi
terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan
eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan
penisilin. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
3. Pemeriksaan
Setelah Pengobatan
Pemeriksaan
penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah
pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3
bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa
infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi
kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan
selain penisilin harus lebih sering diperiksa.
C.
Pencegahan
Banyak hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis.
Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
a.
Tidak berganti-ganti pasangan
b.
Berhubungan seksual yang aman:
selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
c.
Menghindari penggunaan jarum
suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.
d.
pada pasien yang terinfeksi
sifilis harus berhenti melakukan aktivitas seksualnya sampai sifilisnya
benar-benar sembuh (negatif terinfeksi sifilis).
e.
Pasien sifilis harus melakukan tes
HIV pada saat didiagnosis sifilis.
f.
Pasien harus selalu memeriksakan
diri setiap 3-6 bulan sekali setelah diterapi
g.
Selalu menjaga kebersihan di
daerah kelamin
h.
Dalam melalukan hubungan seksual
hendaknya yang pria menggunakan kondom
i.
Setelah melakukan hubungan seksual
baik pria maupun wanita mencuci tangan dengan air dan sabun hingga bersih.
j.
pencegahan aktivitas seksual
dengan orang yang memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus
penyakit negatif.
Sifilis
kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis
selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah
identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena
pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin dapat mencegah
infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA) harus dilakukan
pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama,
sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang pada
usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Bayi dengan test serologik
reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah
pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2,
4, 6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik
nontreponema biasanya menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi
adekuat. Adanya tes treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan,
saat anak sudah tidak memiliki antibody maternal, membantu menegakkan diagnosis
sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi
sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila
titer menetap.
·
SITOMEGALOVIRUS
(CMV)
a.
Diagnosa
Infeksi
primer pada kehamilan dapat ditegakan baik dengan metode serologik maupun
verologik. Dengan metode serologik, diagnosis infeksi maternal primer dapat
ditunjukan dengan adanya perubahan dari seronegatif menjadi seropositif (tampak
adanya IgM dan igG anti CMV) sebagai hasil pemeriksaan serial dengan interval
kira-kira 3 minggu. Dalam metode serologik infeksi primer dapat pula ditentukan
dengan Low lgG Avi dity, yaitu antibodi klas lgG menunjukan fungsional
aviditasnya yang rendah serta berlangsung selama kurang lebih 20 minggu setelah
infeksi primer. Dalam hal ini lebih dari 90 % kasus infeksi primer menunjukan
lgG aviditas rendah (low avidity lgG) terhadap CMV.
Dengan
metode virologik, viremia maternal dapat ditegakkan dengan menggunakan uji
imuno fluoresesen. Uji ini menggunakan monoklonal antibodi yang mengikat anti
gen Pp 65, suatu protein (polipeptida dengan berat molekul 65 kilo dalton) dari
CMV di dalam sel leukosit dalam darah ibu.
ü Diagnosis pranatal
Diagnosis
pranatal harus dikerjakan terhadap ibu dengan kehamilan yang menunjukan infeksi
primer pada umur kehamilan sampai 20 minggu. Hal ini karna diperkirakan 70%
dari kasus menunjukan janin tidak terinfeksi. Dengan demikian, diagnosis
pranatal dapat mencegah terminasi kehamilan yang tidak perlu terhadap janin
yang sebenarnya tidak terinfeksi sehingga kehamilan tersebut dapat berlangsung.
Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karna
pengobatan dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif dan
memuaskan.
Diagnosis
pranatal dilakukan dengan isolasi virus pada cairan ketuban yang diperoleh
setelah amniosentesis.
Tes pemeriksaan untuk CMV dengan
melakukan tes
darah dan kencing. Pemeriksaan lain yang lebih invasif yaitu amniosentesis,
untuk membantu mendiagnosis infeksi CMV pada bayi dalam kandungan. Amniosentesis
dalam hubungan ini paling baik dikerjakan pada umur kehamilan 21 -23 minggu
karna 3 hal berikut:
·
Mencegah hasil negatif
palsu sebab diuresis janin belum sempurna sebelum umur kehamilan 20 minggu
sehingga janin belum optimal mengekresikan virus situmegalo melalui urin ke
dalam cairan ketuban.
·
Dibutuhkan waktu 6 – 9
minggu setelah terjadinya infeksi maternal agar virus dapat ditemukan dalam
cairan ketuban.
·
Infeksi janin yang
berat karena transmisi CMV pada umumnya bila infeksi maternal terjadi pada umur
kehamilan 12 minggu.
Penelitian
menunjukan bahwa untuk diagnosis pranatal hasil amniosentesis lebih baik.
Pemeriksaan ultra sound yang merupakan bagian dari perawatan antenatal sangat
membantu dalam mengidentifikasi janin yang beresiko tinggi atau diduga
terinfeksi CMV. Klinis harus memikirkan adanya kemungkinan adanya CMV
intrauteri, hidrops nonimun, asies janin, gangguan pertumbuhan janin,
mikrosefali, ventrikulomegali serebral (hidrosefalus), kalsifikasi
intrakranial, hepatosplenomegali, dan kalsifikasi intrahepatik.
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya gejala-gejala pada penderita gangguan sistem kekebalan.
Dilakukan pemeriksaan terhadap air kemih dan cairan tubuh atau jaringan tubuh
lainnya, untuk menemukan virus ini.
Karena
virus bisa tetap berada dalam cairan tubuh selama berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun setelah infeksi teratasi, ditemukannya virus tidak menunjukkan
suatu infeksi yang aktif.
Adanya
kadar antibodi terhadap virus yang meningkat, merupakan bukti kuat bahwa virus
inilah penyebab infeksinya. Bila infeksi mengenai mata (retinitis), maka dapat ditemukan kelainan pada Pemeriksaan dengan
oftalmoskop. Pada bayi baru lahir, diagnosis ditegakkan melalui pembiakan air
kemih yang dikumpulkan dalam 3 Minggu pertama kehidupannya.
b.
Penatalaksanaan
Infeksi
sitomegalovirus yang ringan biasanya tidak memerlukan pengobatan, dan akan
sembuh dengan sendirinya. Jika infeksi mengancam kehidupan atau penglihatan
penderita, bisa diberikan obat anti-virus gansiklovir atau foskarnet. Meskipun
obat-obat ini memiliki efek samping yang serius dan tidak menyembuhkan infeksi,
tetapi pengobatan yang diberikan sering memperlambat perkembangan penyakit.
Tidak
ada terapi yang memuaskan dapat diterapkan, khususnya pada pengobatan infeksi
kongenital. Dengan demikian, dalam konseling infeksi primer yang terjadi pada
umur kehamilan kurang dari 20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis
pranatal kemungkinan dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan. Terapi
diberikan guna mengobati infeksi CMV yang serius seperti retinitis,
esofaginitis pada penderita dengan Acquired immunodeficiency Syndrome (AIDS)
serta tindakan profilaksis untuk mencegah infeksi CMV setelah transplantasi
organ. Obat yang digunakan untuk anti CMV untuk saat ini adalah Ganciclovir,
foscarnet, Cidofivir dan Valaciclovir, tetapi sampai saat ini belum dilakukan
evaluasi di samping obat tersebut dapat menimbulkan intoksikasi serta
resistensi akibat infeksi kongenital. Sampai saat ini vaksin untuk
mencegah infeksi CMV masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Menjaga
kebersihan bagi ibu hamil masih merupakan cara terbaik untuk melindungi bayi
dalam kandungan terhadap infeksi CMV.
c.
Cara mencegah penularan infeksi
CMV :
- Cuci tangan dengan sabun dan air, terutama
setelah kontak dengan air liur atau popok anak-anak. Cuci tangan dengan
baik selama 15 sampai 20 detik.
- Jangan mencium anak-anak di bawah usia 6 tahun
pada mulut atau pipi. Sebaliknya, cium mereka di kepala atau berikan
pelukan saja.
- Jangan berbagi makanan, minuman, atau sendok dan
garpu dengan anak-anak