Senin, 28 Maret 2011

makalah perlukaan pada jalan lahir


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Seorang bidan dalam menolong persalinan tidaklah selalu berjalan dengan lancar, baik dari bidan tersebut ataupun dari ibu bersalin sendiri. Bidan sering menemui adanya perdarahan pada jalan lahir pada ibu bersalin. Perdarahan pada jalan lahir ini disebabkan oleh perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan  jalan lahir kerena persalinan dapat mengenai vulva, vagina, dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai perdarahan hebat. Untuk itu kami para penyusun mengambil judul “Perdarahan pada Jalan Lahir”, agar khususnya kita para calon bidan lebih memahami bagaimana perdarahan pada jalan lahir itu.

B.     Rumusan masalah

Dilihat dari latar belakang diatas, kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Perdarahan pada jalan lahir?
2.      Apa penyebab Perdarahan pada jalan Lahir?
3.      Bagaimana tanda dan gejala robekan jalan lahir?
4.      Bagaimana penatalaksanaan medis?

C.    Tujuan Makalah

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan II dan sebagai pengetahuan tambahan bagi para pembaca tentang perdarahan  pada jalan lahir.


D.    Kegunaan Makalah

Makalah ini bisa dipergunakan sebagai referensi bagi para pembaca yang ingin menambah pengetahuannya tentang perdarahan pada jalan lahir.

E.     Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah metode studi kepustakaan.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perdarahan Pada Jalan Lahir
Perdarahan pada jalan lahir adalah perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina. Robekan jalan lahir kerena persalinan dapat mengenai vulva, vagina, dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan bayi cukup bulan perlukaan jalan lahir tidak dapat dihindarkan.
B.     Etiologi Perdarahan Pada Jalan Lahir

Penyebab Perdarahan pada jalan lahir adalah perlukaan jalan lahir. Perlukaan lahir tersebut diantaranya:

1.      Robekan Vagina
Perlukaan pada dinding depan vagina sering kali terjadi di sekitar prifisium urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat menimbulkan pendarahan banyak. Kadang-kadang pendarahaan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan penjahitan, tetapi diperlukan perjepitan dengan cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi, karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Bila kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina. Kadang-kandang robekan lebar terjadi akibat ektraksi dengan forceps.
Bila terjadi perlukaan pada dinding vagina, akan timbul perdarahan segera selelah jalan lahir. Diagnosis ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini umumnya adalah perdarahan arterial, sehingga harus segera dijahit. Penjahitan secara simpul dilakukan dengan benang katgut kromik No. 0 atau 00, dimulai dari ujung luka terus sampai luka terjahit rapi.
·         Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.

·         Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

2.      Robekan Perineum
Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan ialah perineum.tingkat perlukaan pada perineum dapat di bagi dalam:
·         Tingkat I         : Bila perlukaan hanya pada mukosa vagina atau kulit perineum.
·         Tingkat II        : Adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot otot diafragma urogenitale.
·         Tingkat III      : Perlukaan yang lebih luas dan dalam yang menyebabkan muskulus sfingter ani ekternus terputus di depan.
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral.
Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga mudah terjadi prolapsus genitalis.
Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal, sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya. Diagnosis reptura perinei ditegakan dengan pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes. Dengan dua jari tangan kiri luka di buka, bekuan darah diangkat lalu luka di jait secara rapi.
Pada perlukaan tingkat 1, hanya ada luka lecet, tidak di perlukan penjahitan. Pada perlukaan tingkat 11, hendaknya luka di jahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit simpul dengan katgut kromik no 0 atau 00 dengan mencegah terjadinya ruang mati, adanya ruang mati antara jahit jahitan memudahkan tertimbunnya darah beku dan terjadinya radang. Lapisan kulit dapat di jahit dengan benang katgut atau sutera secara simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan akan timbul odema. Penanganan perlukaan perineum tingkat III memerlukan teknis penjahitan khusus.langkah pertam yang terpenting adalah menemukan kedua ujung muskulus sfingter ani eksternus yang terputus. Kedua ujung otot di jepit dengan cunam allis, kemudian dijahit dengan benang katgut kromik no 0 atau 00, sehingga kontinuitas sfingter terbentuk kembali. Simpul jahitan pada ujung ujung otot sfingter hendaknya di benamkan ke arah mukosa rektum. Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan seperti pada penjahitan luka perineum tingkat II. Ketegangan sfingter pada waktu pesalinan sebenarnya dapat di cegah atau di jadikan sekecil mungkin. Perlukaan ini umumnya terjadi pada saat lahirnya kepala. Oleh karena itu, keterampilan melahirkan kepala janin sangat menentukan sampai seberapa jauh terjadi perlukaan pada perineum. Untuk mencegah terjadinya perlukaan perineum yang tidak terarah dengan bentuk yang tidak teratur, di anjurkan melakukan episotomi. Pada perlukaan perineum tingkat III yang tidak di jahit misalnya pada persalinan yang di toling dukun akan terjadi inkontinensia alvi. Pada keadaan ini di perlukan waktu sekurang kurangnya 3-6 bulan pascapersalinan, sebelum luka perineum yang tua ini dapat di jahit.

3.      Robekan Serviks uteri
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan pada waktu persalinan. Karena perlukaan itu porsio vaginalis uteri pada seorang multipara terbagi dalam bibir depan dan belakang. Robekan serviks bisa menimbulkan perdarahan banyak, khususnya bila jauh ke lateral sebab di tempat itu terdapat ramus desendens dari arteria uterina. Perlukaan ini dapat terjadi pada persalnan normal, tetapi yang paling sering ialah akibat tindakan-tindakan pada persalinan buatan dengan pembukaan yang belum lengkap. Selain itu, penyebab lain robekan serviks ialah partus presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering, sehingga janin didorong keluar, kadang-kadang sebelum pembukaan lengkap.
Diagnosis perlukaan serviks dapat diketahui dengan pemeriksaan in spekulo. Bibir serviks dijepit dengan cunam atraumatik, kemudian diperiksa secara cermat sifat-sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang, maka luka dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke bawah. Pada robekan serviks yang melingkar, diperiksa dulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak.
Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dari serviks; jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.



4.      Robekan Korpus uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktu persalinan ialah robekan uterus, robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu persalinan, namun yang paling sering terjadi ialah robekan ketika persalinan.
Mekanisme terjadinya robekan uterus bermacam-macam. Ada yang terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa. Lokasi robekan dapat korpus uteri atau segmen bawah uterus. Robekan bias terjadi pada tempat yang lemah pada dinding uterus, misalnya pada perut bekas seksio sesarea atau bekas miomekyomi. Robekan bias pula terjadi tampa ada perut bekas operasi, apabila segmen bawah uterus sangat tipis dan renggang karena janin mengalami kesulitan untuk melalui jalan lahir. Robekan uterus akibat ruda paksa umumnya versi dan ektraksi. Dorongan kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana mestinya, dapat menimbulkan uterus.
Secara anatomic, robekan uterus dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu :
·         robekan inkomplet,  yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium, tetapi perimetrium masih utuh;
·         robekan komplet, yakni robekan yang mengenai edometrium, miometrium, dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri dan rongga perut.
Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalinan berlangsung menyebabkan gejala yang khas, yaitu nyeri perut mendadak, anemia, syok, dan hilangnya kontraksi. Pada keadaan ini detik jantung  janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin dengan mudah dapat diraba dibawah dinding perut ibu.
Gejala-gejala robekan uterus inkomplet umumnya lebih ringan. Pada waktu selesai persalinan, bila penderita pucat dan kelihatan dalam syok, sedang perdarahan keluar tidak banyak, apabila bila diraba tumor diparametrium, maka pada keadaan ini perut di curigai adanya robekan uterus inkomplet. Untuk lebih memastikan hal ini, dianjurkan untuk melakukan eksplorasi dengan memasukan tangan di dalam rongga uterus. Untuk mengetahui sedini mungkin adanya robekan di dalamnya.
Penanganan pada robekan uterus ialah pemberian transfuse darah segera, kemudian laparotomo. Jenis operasi yang di lakukan ialah penjahitan luka pada dinding uterus atau pengangkatan uterus. Pilihan yang akan dikerjakan tergantung pada lokasi dan bentuk robekan, tanda-tanda radang, paritas. 

5.      Nekrosis jalan lahir akibat tekanan pada persalinan lama
Pada waktu berlangsungnya persalinan, bila kepala janin sudah masuk ke dalam rongga tengah panggul, kandung kencing terdorong ke atas. Oleh karena itu, vagina, dasar kandung kencing, dan uretra mengalami tekanan oleh kepala janin tersebut. Apabila tekanan itu berlangsung lama, misalnya pada persalinan dengan kala II lama, vagina serta dasar kandung kencing yang tertekan mengalami iskhemia dan akhirnya terjadi nekrosis. Kadang-kadang tempat yang ditekan oleh kepala janin agak lebih tinggi,  yaitu pada dinding depan serviks uteri dan daerah trigonum kandung kencing. Dapat juga terjadi tekanan pada daerah belakang jalan lahir, sehingga dinding belakang vagina dan rektum mengalami iskhemia dan nekrosis.
Pada tempat yang mengalami iskhemia dan nekrosis pada hari ke 3 sampai hari ke 10 pasca persalinan, jaringan melepaskan diri dan terbentuklah suatu fistel. Jika fistel terdapat antara kandung kencing dan vagina, dinamakan fistula vesikovaginalis; bila terdapat antar rektum dan vagina, dinamakan fistula rektovaginalis. Nekrosis semacam ini dapat dihindarkan bila persalinan dipimpin dengan baik. Yang penting ialah dalam memimpin persalinan demikian harus dijaga supaya kala pengeluaran jangan berlangsung terlalu lama, melainkan persalinan hendaknya diselesaikan pada saat yang tepat.
Pada persalinan dengan kemungkinan nekrosis karena kala pengeluaran lama, sebaiknya diusahakan supaya dalam puerperium kandung kencing tetap kosong, dengan  pemasangan kateter tetap (dauer catheter) dan pemberian antibiotika, untuk sedapat mungkin mencegah terjadinya fistula. Kateter dipasang untuk waktu yang lebih lama, apabila terjadi fistel. Fistula vesikovaginalis kecil kadang-kadang denagn cara demikian bisa menutup sendiri, dan fistel besar bisa mengecil. Penutupan fistula yang tertinggal baru dapat dilaksanakan paling sedikit 3 bulan pasca persalinan, setelah tanda-tanda radang hilang.
C. Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir
v  Tanda dan Gejala yang selalu ada :

Ø  Pendarahan segera
Ø  Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
Ø  Uterus kontraksi baik
Ø  Plasenta baik

v  Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

Ø  Pucat
Ø  Lemah
Ø  Menggigil

v  Ciri-ciri robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak):
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
(Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan).

D.    Penatalaksanaan Medis

1.      PENJAHITAN ROBEKAN SERVIKS

·         Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur. Akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi.
·         Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan posrsio.
·         Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat  segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit.
·         Setelah tindakan periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pase tindakan.
·         Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi.
·         Bila terjadi defisit cairan, lakukan retorasi dan bila kadar Hb dibawah 8g%, berikan transfusi darah. 

2.      PENJAHITAN ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM

·         Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.
·         Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik.
·         Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
·         Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
·         Khusus pada ruptur perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum,sebagai berikut:
a.       Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
b.      Mulai penjahitan dari ujung robekan dengn jahitan dan simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolik no. 20 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengn benang ukuran no. 20.
c.       Lanjutkan penjahitan kelapisan otot perineum dan submukosa dengn benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
d.      Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler
e.       Berikan anti biotika propilaksin (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

3.      PENJAHITAN ROBEKAN UTERUS
  • Jahit robekan dengan jahitan jelujur mengunci (continous locking ) menggunakan benang catgut kromik (atau poliglikolik) 0. Jika perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur melalui insisi klasik atau insisi vertikal terdahulu, buat jahitan lapisan kedua.
  • Jika rupture terlalu luas untuk dijahit, tindak lanjuti dengan histerektomi.
  • Kontrol pendarahan dalam, gunakan jahitan berbentuk angka delapan.
  • Jika ibu meminta ligasi tuba, lakukan prosedur tsb pada saat ini.
  • Pasang drain abdomen
  • Tutup abdomen.
  •  Pastikan tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan menggunakan spons.
  •  Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
  •  Tutup fasia engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik (poliglikolik) 0.
  • Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi dibersihkan.
  • Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.






BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

Perdarahan pada jalan lahir adalah perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat mengelolanya dengan baik.

B.     Saran

1.      Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan medisnya, menerapkan konsep asuhan kebidanan kepada klien dengan perlukaan jalan lahir.
2.      Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara komprehensif.




makalah fisiologi laktasi

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                                                  
  1. Latar Belakang Masalah
Pada kehamilan seorang ibu bukan hanya  menyiapkan persalinan tetapi juga harus mempersiapkan untuk proses laktasi. Pemberian ASI kepada bayi baru lahir merupakan suatu hal penting karena mempunyai manfaat besar bagi ibu dan bayi. proses laktasi merupakan hal yang fisiologis yang di alami oleh setiap ibu. Dalam prosesnya, laktasi mempunyai beberapa tahap dan perlu di pahami. Maka dari itu kami mengambil judul “FISIOLOGI LAKTASI “.
  1. Rumusan masalah
Bagaimana proses fisiologi laktasi ?
  1. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami  proses fisiologi laktasi.
D. Kegunaan  Makalah
Makalah ini memberikan informasi tentang bagaimana proses fisiologi laktasi.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Produksi air susu ibu (prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon esterogen dan progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon prolaktin berfungsi untuk produksi ASI.
Dalam fisiologi laktasi prolaktin suatu hormon yang disekresi oleh glandula pituitari anterior, penting untuk produksi air susu ibu, tetapi walupun kadar hormon ini di dalam sirkulasi maternal meningkat selama kehamilan, kerja hormone ini dihambat oleh hormone plasenta. Dengan lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar estrogen dan progesteron berangsur-angsur turun sampai tingkat dapat dilepaskannya dan diaktifkannya prolaktin.

 Terjadi peningkatan suplai darah yang beredar lewat payudara dan dapat diekstrasi bahan penting untuk pembentukan air susu. Globulin,lemak dan molekul-molekul protein dari dasar sel-sel sekretoris akan membengkakkan acini dan mendorongnya menuju ke tubuli laktifer.

Peningkataan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi dan dengan demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi,tetapi ibu perlu memberikan air susu 2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya benar-benar efektif. Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari dan penghentian pertama pemberian air susu dilakukan pada malam hari, yang biasanya memang demikian, maka metode-metode kontrasepsiyang lebih reliabel harus dipakai apabila ingin mengindari kehamilan.
Gambar 1. Proses produksi ASI/ refleks prolaktin
Gambar 1. Proses produksi ASI/ refleks prolaktin
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.
1.                  Refleks prolaktin
2.                  Refleks aliran (let down reflek)
Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin.

Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2 – 3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu
Refleks Aliran (Let Down Reflek)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus lactiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah: melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi.
Faktor-faktor yang menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan cemas.


Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi
1.                     Refleks menangkap (rooting refleks)
2.                     Refleks menghisap
3.                     Refleks menelan
           Refleks Menangkap (Rooting Refleks)
Timbul saat bayi baru lahir tersentuh pipinya, dan bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan berusaha menangkap puting susu.
Refleks Menghisap (Sucking Refleks)                                     
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum, maka sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara gusi, lidah dan palatum sehingga ASI keluar.
Refleks Menelan (Swallowing Refleks)
Refleks ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.
Pada akhir kehamilan, terjadi sekresi cairan jernih kekuningan yang disebut kolustrum yang mengandung imunoglobulin, produksi kolustrum terus meningkat pasca persalinan dan digantikan dengan produksi ASI. Kadar estrogen menurun dengan cepat 48 jam pasca persalinan sehingga memungkinkan berlangsungnya aktivitas hPr terhadap sel alveolus untuk inisiasi dan mempertahankan proses laktasi.
Proses laktasi semakin meningkat dengan isapan pada payudara secara dini dan sering oleh karena secara reflektoar, isapan tersebut akan semakin meningkatkan kadar hPr Emosi negatif [kecemasan ibu bila ASI tak dapat keluar] menyebabkan penurunan sekresi prolaktin melalui proses pelepasan prolactine-inhibiting factor (dopamin) dari hipotalamus.
Pada hari ke 2 dan ke 3 pasca persalinan, hPr merangsang alveolus untuk menghasilkan ASI. Pada awalnya, ASI menyebabkan distensi alveolus dan ductus kecil sehingga payudara menjadi tegang.
image
Gambar 2.Reflek Prolaktin
  1. Pengeluaran air susu (oksitosin)
Dua faktor yang terlibat dalam mengalirkan air susu dari sel-sel sekretorik ke papilla mammae
clip_image004
Gambar 3. Sel mioepitelial sekitar villi yang sebagian berisi ASI
Keluarnya ASI terjadi akibat kontraksi sel mioepitelial dari alveolus dan ductuli (gambar atas) yang berlangsung akibat adanya reflek ejeksi ASI ( let-down reflex ).
clip_image006
Gambar 4. Reflek ejeksi ASI
Reflek ejeksi ASI diawali hisapan oleh bayi → hipotalamus → hipofisis mengeluarkan oksitosin kedalam sirkulasi darah ibu ( gambar atas).Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi sel mioepitelial dan ASI disalurkan kedalam alveoli dan ductuli → ductus yang lebih besar → penampungan subareolar.
Oksitosin mencegah keluarnya dopamin dari hipotalamus sehingga produksi ASI dapat berlanjut. Emosi negatif dan faktor fisik dapat mengurangi reflek ejeksi ASI, tugas perawatan pasca persalinan antara lain meliputi usaha untuk meningkatkan keyakinan seorang ibu bahwa dia mampu untuk memberikan ASI kepada bayinya.
1.      Tekanan dari belakang
Tekanan globuli yang baru terbentuk di dalam sel akan mendorong globuli tersebut ke dalam tubuli laktifer dan pengisapan oleh bayi akan memacu sekresi air susu lebih banyak.

2.      Refleks neurohormonal
Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat di dalam glandula pituitaria posterior.akibat langsung refleks ini adalah dikeluarkannya oksitosin dari pituitari posterior : hal ini akan menyebabkan sel-sel miopitel (sel keranjang atau sel laba-laba) di sekitar alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk kedalam pembuluh lactifer dan dengan demikian lebih banyak air susu yang mengalir ke dalam ampulla. Refleks ini dapat dihambat oleh adanya rasa sakit,misalnya jahitan perineum. Dengan demikian penting untuk menempatkan ibu falam posisi yang nyaman, santai dan bebas dari rasa sakit terutama pada jam-jam menyusukan anak.

Gambar 2. Proses pengaliran ASI/ refleks oksitosin
Gambar 5. Proses pengaliran ASI/ refleks oksitosin

Sekresi oksitosin yang sama juga akan menyebabkan otot uteus berkontraksi dan membantu involusi uterus selama puerperium (masa nifas).
  1. Pemeliharaan laktasi
Penyediaan berlangsung terus sesuai kebutuhan. Apabila bayi tidak disusukan,maka tidak akan dimulai penyediaan air susu. Apabila seorang ibu bayi kembar menyusukan kedua bayinya bersama, maka penyediaan air susu akan tetap cukup untuk kedua bayi tersebut. Maka sering bayi disusukan, penyediaan air susu ibu juga makin baik.
Dua faktor penting untuk pemeliharaan laktasi tersebut adalah :
1.      Rangsangan
Bayi yang minum air susu ibu perlu sering menyusui, terutama pada hari-hari neonatal awal. Penting bahwa bayi difiksasi pada payudara dengan posisi yang benar apabila diinginkan untuk meningkatkan rangsangan yang tepat. Rangsangan gusi bayi sebaiknya berada pada kulit areola,sehingga tekanan diberikan kepada ampula yang ada dibawahnya sebagai tempat tersimpannya air susu. Dengan demikian bayi minum dari payudara,dan bukan dari papilla mammae. Apabila ibu mengeluh rasa sakit, maka bayi tidak terfiksasi secara baik.
Sebagai respons terhadap pengisapan, prolaktin dikeluarkan dari glandula pituitasi anterior dan demikian memacu pembentukan air susu yang lebih banyak. Apabila karena suatu alasan tertentu bayi tidak dapat menyusu sejak awal,maka ibu dapat memeras air susu dari payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Tetapi pengisapan oleh bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan denagn kedua cara tersebut.

Fiksasi
Fiksasi bayi (yaitu aposisi yang benar antara lidah dengan gusi bayi terhadap papilla dan areola mammae ibu) merupakan seni yang perlu dipelajari oleh peserta didik sebelum mereka mencoba melatih ibu-ibu muda. Ibu, bayi dan bidan yang mengajari perlu menemukan posisi yang nyaman untuk mencapai maksud ini, dan mungkin perlu mencoba posisi yang berbeda-beda.

2.      Pengosongan payudara secara sempurna
Bayi sebaiknya mengosongkan satu payudara sebelum diberikan payudara yang lain. Apabila bayi tidak mengosongkan payudara yang kedua, maka pada pemberian air susu yang berikutnya payudara kedua ini yang diberikan pertama kali. Atau bayi mungkin sudah kenyang dengan satu payudara, maka payudara yang kedua digunakan pada pemberian air susu berikutnya. Apabila diinginkan bayi benar-benar puas (kenyang), maka bayi perlu diberikan baik air susu pertama (fore-milk) maupun air susu kedua (hind-milk) pada saat sekali minum. Hal ini hanya dapat dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara.
Penting bahwa bayi minum air susu apabila ia menginginkannya dan selama ia ingin minum, maka penyediaannya jangan sampai tidak cukup atau berlebihan. Apabila air susu yang diproduksi tidak dikeluarkan maka laktasi akan tertekan (mengalami hambatan) karena terjadi pembengkakan alveoli dan sel keranjang tidak dapat berkontraksi. Air susu ibu tidak dapat dipaksa masuk kedalam ductus lactifer. Tidak terlalu ditekankan disini bahwa memberikan air susu ibu saat dibutuhkan dan melakukan stripping payudara setiap menyusukan anak juga penting untuk memelihara laktasi. Rutinitas dan pola minum air susu ibu akan terbentuk dan minumnya akan lebih jarang apabila laktasi telah berfungsi penuh. 

D. Komposisi ASI dan Stadium Laktasi
1)      kolostrum (susu jolong) pelindung yang kolosal
a.       kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berpotensi tinggi.
b.      komposisi kolostrum rata-rata mengandung protein 8,5%, lemak 2,5%, karbohidrat 3,5%, corpusculum colostrums, garam mineral 0,4%, air 85,1%, leukosit sisa-sisa epitel yang mati vitamin A,B,C,D,E dan K dalam jumlah yang sedikit, nilai kalori sama dengan 80kJ/30ml.
c.       fungsi kolostrum memberikan gizi dan proteksi, yang berperan dalam proteksi untuk menata yang terdiri dari :
1)      Imunoglobulin melapisi dinding usus yang berfungsi untuk mencegah penyerapan protein yang mungkin menyebabkan alergi.
2)      Laktoferin merupakan protein yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat besi. Kadar laktoferin yang tertinggi pada kolostrum dan air susu ibu adalah pada 7 hari pertama pascapartum (setelah melahirkan). Kandungan zat besi yang rendah pada kolostrum dan air susu ibu akan mencegah perkembangan pathogen (setelah meahirkan). Kandungan zat besi yang rendah pada kolostrum dan air susu ibu akan mencegah perkembangan pathogen. Laktoferin terdapat di dalam air susu sapi, tetapi laktoferin ini akan rusak pada proses pasteurisasi. Laktoferin tidak terdapat dalam makanan buatan (formula). Efek imunologis laktoferin akan hilang apabila makanan bayi ditambah zat besi.
3)      Lisosom berfungsi sebagai anti bakteri dan juga menghambat pertumbuhan berbagai virus. Kadar lisosom pada kolostrum  dan air susu jauh lebih besar kadarnya disbanding air susu sapi.
4)      Factor anti trifsin berfungsi menghambat kerja trifsin sehingga akan menyebabkan immunoglobulin pelindung tidak akan dipecah oleh tripsin.
5)      Laktobasilus ada di dalam usus bayi dan menghasilkan berbagai asam yang mencegah pertumbuhan kuman pathogen. Untuk pertumbuhannya, laktobasilus membutuhkan gula yang mengandung nitrogen yaitu factor bifidus. Factor bifidus ini terdapat didalam kolostrum dan air susu ibu.
6)      Factor bifidus tidak terdapat didalam susu sapi.
ü  Pada hari pertama dan kedua setelh melahirkan, tidak jarang kita mendengar seorang ibu baru mengatakan, “ASI saya belum keluar”. Sebenarnya, meski asi yang keluar pada hari tersebut sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum dalam payudara. Mendekati kapasitas lambung bayi 1-2 hari.
ü  “Cairan emas” yang encer sering kali berwarna kuning atau dapat pula jernih ini lebih menyerupai darah dari pada susu, sebab mengandung sel hidup yang nenyerupai “sel darah putih” yang dapat membunuh kuman penyakit.
ü  Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan dating.
ü  Lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan asi yang matang. Mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak disbanding dengan ASI yang matang. Kadar karbohidrat dan lemak rendah dibanding  dengan susu matang.
ü  Volume kolostrum antara 150-300 mil/24 jam.
ü  Kolostrum harus diberikan pada bayi.
2). ASI transisi / peralihan
·         ASI peralihan adalah ASi yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang matang.
·         Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.
·         Volume akan makin meningkat.
3).  ASI matang (mature)
·         Merupakan ASi yang dikeluarkan pada sekitar hari ke 14 dan seterusnya, komposisi relatif konstan.
·         Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
4).  Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit
ASI yang keluar pada lima menit pertama dinamakan foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali dibanding foremilk. Diduga hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi.
5). Lemak ASI makanan terbaik otak bayi
Lemak ASi adalah komponen ASI yang dapat berubah-ubah kadarnya. Kadar lemak bevariasi disesuaikan dengan kebutuhan kalori untuk bayi yang sedang tumbuh. Perubahan kadar lemak ini terjadi secara otomatis, dapat menyesuaikan diri dengan jumlah kalori yng dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dari hari ke hari. Bahkan pada hari yang sama kadar lemak ASI pada waktu yang berbeda tidak sama.
Pada masa pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan diperlukan kalori yang lebih banyak. Oleh karena itu, bayi akan lebih sering menyusu sepanjang hari selama beberapa minggu. Dengan jarak menyusu yang lebih pendek seperti itu maka kadar lemak akan meningkat memenuhi kebutuhan energi yang meningkat pada masa pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan bayi dimaksud.

BAB III
PENUTUP

  1. SIMPULAN
Fisiologi laktasi dipengaruhi oleh hormone dimulai dari proses produksi ASI yang dipengaruhi oleh hormone Prolaktin. Pada proses pengeluaran ASI dipengaruhi oleh hormone Oksitosin. Dalam pemeliharaannya ini dipengaruhi oleh rangsangan maupun pengosongan ASI. Proses laktasi sangat penting karena komposisi ASI mempunyai nutrisi dan antibody yang baik bagi bayi seperti kolostrum. Bagi ibu rangsangan yang ditimbulkan dari isapan bayi dapat membantu proses involusi uterus serta salah satu alat kontrasepsi alami.